Daftar Blog Saya

Selasa, 03 April 2012

Tips Dan Trik Cara Belajar Yang Baik Untuk Menghadapi Ujian

Berikut Ini Tips Dan Trik Cara Belajar Yang Baik Untuk Menghadapi Ujian

1. Belajar Kelompok
Bosan belajar sendirian? Coba saja belajar secara kelompok bareng teman. Belajar kelompok merupakan salah satu belajar yang baik dan efektif. Dengan belajar kelompok kegiatan belajar akan menjadi sangat menyenangkan karena ada temannya. Belajar secara kelompok sebaiknya mengajak teman yang pandai dan rajin belajar agar bisa termotivasi dan ketularan pintar.
2. Coba Rajin Membuat Catatan Atau Intisari Dari Pelajaran
Setiap bab pelajaran selalu ada bagian-bagian yang penting. Nah bagian yang penting ini sebaiknya dibuat catatan di buku tersendiri. Cara belajar yang baik dengan merangkum bahan atau materi pelajaran juga sangat berguna saat menghadapi ujian.
3. Selalau Disiplin Dan Tekun Dalam Belajar
Yang penting di sini adalah kualitas belajarnya. Walaupun hanya 1-2 jam sehari tapi kalau di lakukan setiap hari pasti akan lebih baik dari pada belajar dalam waktu yang sangat lama pada waktu tertentu saja. Misalnya hanya belajar kalau ada ulangan atau ujian saja.
4. Bertanya Kalau Belum Paham
Biasanya saat guru selesai membahas satu mata pelajaran akan bertanya pada murid muridnya. Apakah sudah jelas? Jangan ragu dan takut untuk bertanya kalau memang kurang paham atau kurang mengerti.
5. Hindari Sukap Tidak Jujur
Sekarang ini banyak siswa membuat catatan untuk mencontek saat ada ulangan atau ujian. Dengan belajar dengan jadwal yang teratur seorang murid akan selalu siap jika ada ulangan dadakan dan tidak perlu mencontek. Bagaimana dengan tips cara belajar yang baik diatas mungkin masih belum bisa meningkatkan hasil belajar anda?
Cara Belajar Yang Baik Ini masih ada beberapa tips cara belajar yang baik efektif dan efisien dari blog UMY, silahkan disimak..

Tips Cara Belajar yang Baik

1. Ciptakan suasana yang kondusif
Dalam belajar, kamu harus menciptakan suasana yang kondusif, nyaman dan tenang untuk belajar. Cara ini merupakan salah satu cara belajar yang baik karena bagaimanapun jika ingin materi yang kamu pelajari itu bener-bener masuk ke otakmu, kamu harus tenang dan dalam keadaan yang nyaman. Sehingga nggak mengganggu konsentrasi. Belajar di luar ruangan mungkin adalah pilihan yang cukup baik, karena selain lebih fresh, kita juga bisa lebih tenang dan nggak penat dalam belajar.
2. Lihat garis besarnya dahulu
Tips cara belajar yang baik dengan melihat garis besar materi. Jika membaca bahan pelajaran yang baru, jangan langsung menceburkan diri kedalamnya. Kamu bisa lebih meningkatkan pemahaman bila melihat sepintas garis besarnya. Lihatlah semua subjudul, keterangan gambar dan ringkasan yang ada. Jik membaca bacaan yang cukup panjang, maka bacalah dahulu kalimat pertama dari setiap paragrafnya.
3. Buatlah catatan intisari dari bahan pelajaran
Tips cara belajar dengan teknik meringkas intisari dari pelajaran. Kalau kamu meringkas materi dari setiap bahan pelajaran ke dalam sebuah catatan kecil, maka akan sangat membantumu mengingat bahan pelajaran itu. Pada saat kamu menulisnya, kamu pasti membaca materinya lagi, bener kan? Itu akan membuatmu cepat hafal materinya. Sebaiknya catatan itu ditulis kedalam buku kecil atau kertas yang bisa dibawa kemana-mana, sehingga bisa dibaca kapan dan dimanapun kamu berada. Tips Cara belajar yang baik bukan?
4. Berlatihlah tehnik kemampuan mengingat
Cara Belajar Yang Baik dengan teknik kemampuan mengingat. Agar lebih mudah kamu ingat sebaiknya materi yang akan kamu hafal itu diubah menjadi sebuah singkatan atau kata kunci (Mnemonics) dengan formulasi yang mudah diingat-ingat. Seperti MeJiKuHiBiNiU untuk singkatan-singkatan dari warna pelangi, yaitu Merah, Jingga, Kuning, Hijau, Biru, Nila dan Ungu. Walaupun kamu jika menghafal langsung dalam 1 minggu sudah lupa, dengan menggunakan mnemonics seperti ini kamu bisa ingat sampai puluhan tahun lamanya.
5. Belajarlah dengan tekun dan rutin.
Tips cara belajar yang baik dan paling ampuh adalah dengan tekun dan rutin. Belajar tepat waktu dan serius juga sangat berpengaruh dalam peningkatan prestasi belajar, apabila kamu jarang belajar maupun  hanya belajar jika akan ada ulangan pasti prestasinya gak akan maksimal. Jadi belajarlah dengan tekun dan rutin selagi ada waktu untuk belajar. Juga jangan belajar dengan tergesa-gesa pada hari terakhir sebelum ulangan, cara belajar yang baik seperti itu hasilnya juga nggak akan maksimal.
Demikian beberapa tips cara belajar yang baik efektif dan efisien untuk anda coba, semoga sukses!!

bukti_bukti_transaksi

Jenis-jenis Bukti Transaksi
  1. Pengertian transaksi dan administrasi transaksi
    Transaksi adalah aktifitas perusahaan yang menimbulkan perubahan terhadap posisi harta keuangan perusahaan, seperti menjual, membeli, membayar gaji, serta membayar biaya-biaya lainnya.
    Administrasi transaksi adalah kegiatan untuk mencatat perubahan-perubahan posisi keuangan sebuah perusahaan yang dilakukan secara kronologis, dengan metode tertentu sehingga hasil pencatatan dapat dikomunikasikan kepada pihak lain
  2. Jenis-Jenis transaksiTransaksi yang terjadi sehari-hari di perusahaan terbagi menjadi 2 jenis, yaitu :
    1. Trasnsaksi internal
      Transaksi internal adalah transaksi yang terjadi yang melibatkan hanya bagian-bagian yang ada di dalam perusahaan, lebih menekankan perubahan posisi keuangan yang terjadi antar bagian yang ada dalam perusahaan seperti memo dari pimpinan kepada seseorang yang ditunjuk, perubahan nilai harta kekayaan karena penyusutan, pemakaian perlengkapan kantor.
    2. Transaksi eksternal
      Transaksi eksternal adalah transaksi yang melibatakan pihak luar perusahaan, seperti transaksi pembelian, penjualan, pembayaran hutang piutang.
    Jenis-Jenis transaksi
    Manfaat utama dari bukti bukti transaksi adalah menyediakan bukti tertulis atas transaksi yang telah dilaksanakan, sekaligus untuk menghindari kemungkinan terjadinya sengketa di masa mendatang.
    Bukti transaksi jika dilihat dari asalnya dibedakan menjadi :
    1. Bukti transaksi internal yaitu bukti pencatatan kejadian di dalam perusahaan itu. Biasanya berupa memo dari pimpinan atau orang yang ditunjuk.
    2. Bukti transaksi eksternal yaitu bukti pencatatan transaksi yang terjadi dengan pihak luar perusahaan. Bukti tersebut antara lain :
  1. Faktur ( invoice )Faktur adalah perhitungan penjualan barang yang dilakukan secara kredit, dibuat oleh pihak penjual disampaikan kepada pihak pembeli. Biasanya dibuat rangkap 2, yang asli diberikan kepada pihak pembeli sebgai bukti pencatatan pembelian secara kredit sedangkan kopiannya dipegang oleh pihak penjual sebagai bukti pencatatan penjualan secara kredit.


    Informasi yang harus dimuat dalam faktur antara lain :
    1. Nama dan alamat penjual
    2. Nomor faktur
    3. Nama dan alamat pembeli
    4. Tanggal pemesanan
    5. Tanggal pengiriman
    6. Syarat pembayaran dan keterangan mengenai barang seperti jenis barang, kuantitas, harga satuan, dan jumlah harga.
    Bagi pihak pembeli faktur yang diterimanya merupakan faktur pembelian, sedangkan bagi pihak penjual faktur yang dikirim kepada pihak pembeli merupakan faktur penjualan.

  2. Kuitansi ( official Receipt )Kuitansi adalah bukti transaksi penerimaan uang untuk pembayaran sesuatu. Kuitansi dibuat dan ditanda tangani oleh pihak yang menerima uang dan diserahkan kepada pihak yang melakukan pembayaran. Kuitansi umumnya terdiri dari dua bagian, bagian pertama diberikan kapada pihak pembayar sebagi bukti pencatatan pengeluaran uang, sedangkan bagian yang tertinggal ( Sus/ bonggol kuitansi ) untuk sementara bias dijadikan bukti pencatatan penerimaan uang. Sebagai bukti penerimaan uang kuitansi harus dibubuhi materai. Hal ini ditetapkan berdasarkan UU RI tentang Bea Materai. Untuk pembayaran dalam jumlah nominal di atas Rp 1.000.000,- wajib dibubuhi materai Rp 3.000,-
    Informasi yang termuat dalam kuitansi antara lain :
    1. Nama yang menyerahkan uang
    2. Jumlah uang yang dibayarkan
    3. Tanggal penyerahan uang
    4. Nama dan tanda tangan yang menerima uang


  3. Nota debet ( Debit Memo )Nota debit adalah pemberitahuan atau perhitungan yang dikirim suatu perusahaan/badan usaha kepada pelanggannya, bahwa akunnya telah didebet dengan jumlah tertentu. Penerina nota debet ini akan mencatat pada akun pihak pengirim nota pada sisi kredit.
  4. Nota kredit ( Credit Memo)Nota kredit adalah pemberitahuan atau perhitunganyang dikirim suatu perusahaan /badan usaha kepada pelanggannya, bahwa akunnya telah dikredit dengan jumlah tertentu. Penerima nota kredit ini akan mencatat pada akun pihak-pihak pengirim nota pada sisi debet.

  5. Cek ( Cheque )Cek adalah surat perintah tidak bersyarat kepada bank untuk membayar sejumlah uang tertentu pada waktu surat tersebut diserahkan kepada bank, ditandatangani oleh pihak yang menjadi nasabah suatu bank dan memiliki simpanan pada bank tersebut dalam bentuk giro.
    Lembaran cek terdiri dari dua bagian yaitu lembar utama diserahkan kepada pihak lain sebagai alat pembayaran, dan struk atau bonggol cek untuk dijadikan bukti tambahan transaksi yang disatukan dengan kuitansi bukti pembayaran.

  6. Bilyet giroBilyet giro adalah surat perintah dari nasabah suatu bank kepada bank yang bersangkutan untuk memindahbukukan sejumlah uang dari rekeningnya ke rekening penerima yang namanya disebut dalam bilyet giro pada bank yang sama atau bank yang lain. Penerima bilyet giro tidak bisa menukarkan dengan uang tunai kepada bank yang bersangkutan, tetapi hanya dapat menyetorkan bilyet giro kepada bank sebagai tambahan simpanan pada rekeningnya.


  7. Rekening KoranRekening Koran adalah bukti mutasi kas di bank yang disusun oleh bank untuk para nasabahnya, dan digunakan sebagai dasar penyesuaian pencatatan antara saldo kas menurut perusahaan dan saldo kas menurut bank.

    ALUR BUKTI TRANSAKSI
    1. Alur transaksi pembelian
      • proses pembelian dimulai dari permintaan bagian penjualan atau produksi
      • melakukan survei pasar
      • menerima berbagai penawaran dari berbagai perusahaan
      • memutuskan supplier dengan mempertimbangkan harga, kualitas dan layanan purna jual
      • membuat daftar barang yang akan dibeli
      • mengirimkan surat pesanan
      • membuat dan menanda tangani surat perjanjian dengan supplier
      • menerima barang
      • menerima barang sesuai dengan pesanan
      • membayar jumlah transaksi sesuai dengan prosedur pengeluaran kas.

    2. Alur penjualan tunai
      • proses penjualan dimulai dari permintaan pelanggan ( lisan atau tertulis )
      • negosiasi
      • membuat dan menandatangani surat perjanjian
      • membuat faktur ( invoice )
      • memeriksa barang yang dijual
      • menerima pembayaran
      • membuat bukti transaksi
      • mengirim barang yang dijual

    3. Alur penjualan kredit
      • proses penjualan dimulai dari permintaan
      • negosiasi
      • menerima aplikasi kredit
      • melakukan survei kepada calon pelanggan dimasa mendatang dapat memenuhi kewajibannya
      • mendapatkan persetujuan kredit dari kepala bagian kredit dengan melampirkan bukti hasil survei
      • jika ya, maka dilakukan proses penjualan kredit jika tidak, dikembalikan kepada calon pelanggan
      • membuat surat perjanjian penjualan kredit
      • membuat bukti transaksi
      • menyerahkan barang

    4. Alur penerimaan kas
      • dimulai dari terjadinya transaksi yang menyebabkan penarimaan kas misalnya penjualan tunai, penerimaan piutang dan lain-lain
      • memeriksa bukti transaksi dari bagian penjualan
      • menghitung jumlah transaksi
      • menerima pembayaran
      • memeriksa keabsahan uang yang diterima
      • membuat bukti transaksi

    5. Alur pengeluaran uang kas
      • dimulai dari transaksi pembelian tunai, pembayaran hutang, dan pembayaran biaya- biaya
      • menerima bukti pembelian atau bukti pengeluaran uang lainnya
      • memeriksa keabsahan bukti
      • melekukan pembayaran
      • menerima bukti transaksi

Kamis, 29 Maret 2012

Sistem Hukum dan Peradilan Internasional


KATA PENGANTAR 
Salam Sejahtera,
                Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul " SISTEM HUKUM DAN PERADILAN INTERNASIONAL ". Dalam menyelesaikan makalah ini, kami banyak menerima bantuan dari berbagai pihak sehingga dalam waktu yang relatif singkat makalah yang sederhana ini dapat terwujud. Oleh karena itu, kami menyampaikan penghargaan dan terima kasih kepada semua pihak yang membantu,terutama ibu guru pembimbing. Semoga Allah S.W.T berkenan mencatatnya sebagai amal shaleh.
Kami  sadar bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kami  mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak. Dengan iringan doa semoga makalah ini bisa bermanfaat dalam pengembangan pendidikan dan wacana berpikir kita bersama. Amin.


                                                                                                       
Semarang, 7 Maret 2012

Penyusun



BAB 1

PENDAHULUAN


1.1 Latar Belakang

Sistem peradilan internasional adalah salah satu proses yang menjelaskan tentang hubungan peradilan yang bekerja sama secara luas dengan bangsa lain. Karena sisrtem peradilan internasional bersikap luas, maka masyarakat pun juga mengambil andil di dalam pelaksanaannya. 

Tujuan utama, yakni mengetahui peradilan internasional secara luas. Selain itu Negara Indonesia juga bisa mengambil contoh peradilan di Negara-negara lain. Namun, seiring dengan berjalannya waktu dan perkembangan zaman, hukum di negara Indonesia menjadi lemah atau tidak menjunjung tinggi keadilan di dalam hukum.

1.2 Tujuan Penulisan

Tujuan yang ingin dicapai dalam makalah ini adalah memperoleh gambaran tentang sistem peradilan internasional dan menjelaskan tentang proses hukum yang adil (layak).

1.3 Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud Sistem Hukum dan Peradilan Internasional?

2. Terdiri dari apa saja komponen-komponen lembaga Peradilan Internasional?

3. Bagaimana hukum pidana secara layak dan adil itu terlaksana?

BAB II

PEMBAHASAN


2.1 Pengertian Sistem Hukum dan Peradilan Internasional

Kata sistem dalam kaitannya dengan peradilan internasional adalah unsur-unsur atau komponen-komponen lembaga peradilan internasional yang secara teratur saling berkaitan sehingga membentuk suatu kesatuan dalam rangka mencapai keadilan internasional. Komponen-kompenen tersebut terdiri dari mahkamah internasional, mahkamah pidana internasional dan panel khusus dan spesial pidana internasional
Setiap sistem hukum menunjukkan empat unsur dasar, yaitu: pranata peraturan, proses penyelenggaraan hukum, prosedur pemberian keputusan oleh pengadilan dan lembaga penegakan hukum. Dalam hal ini pendekatan pengembangan terhadap sistem hukum menekankan pada beberapa hal, yaitu: bertambah meningkatnya diferensiasi internal dari keempat unsur dasar system hukum tersebut, menyangkut perangkat peraturan, penerapan peraturan, pengadilan dan penegakan hukum serta pengaruh diferensiasi lembaga dalam masyarakat terhadap unsur-unsur dasar tersebut.

Dengan demikian tinjauan perkembangan hukum difokuskan pada hubungan timbal balik antara diferensiasi hukum dengan diferensiasi sosial yang dimungkinkan untuk menggarap kembali peraturan-peraturan, kemampuan membentuk hukum, keadilan dan institusi penegak hukum. Diferensiasi itu sendiri merupakan ciri yang melekat pada masyarakat yang tengah mengalami perkembangan. Melalui diferensiasi ini suatu masyarakat terurai ke dalam bidang spesialisasi yang masing-masing sedikit banyak mendapatkan kedudukan yang otonom. Perkembangan demikian ini menyebabkan susunan masyarakat menjadi semakin komplek. Dengan diferensiasi dimungkinkan untuk menimbulkan daya adaptasi masyarakat yang lebih besar terhadap lingkungannya.

Sebagai salah satu sub-sistem dalam masyarakat, hukum tidak terlepas dari perubahan-perubahan yang terjadi masyarakat. Hukum disamping mempunyai kepentingan sendiri untuk mewujudkan nilai-nilai tertentu di dalam masyarakat terikat pada bahan-bahan yang disediakan oleh masyarakatnya. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa hukum sangat dipengaruhi oleh perubahan yang terjadi di sekelilingnya.

Menurut Wolfgang Friedmann perubahan hukum dalam masyarakat yang sedang berubah meliputi perubahan hukum tidak tertulis (common law), perubahan di dalam menafsirkan hukum perundang-undangan, perubahan konsepsi mengenai hak milik umpamanya dalam masyarakat industri moderen, perubahan pembatasan hak milik yang bersifat publik, perubahan fungsi dari perjanjian kontrak, peralihan tanggung jawab dari tuntutan ganti rugi ke ansuransi, perubahan dalam jangkauan ruang lingkup hukum internasional dan perubahan-perubahan lain.


2.2 Mahkamah Internasional

MI adalah organ utama lembaga kehakiman PBB, yang kedudukan di Den Haag, Belanda. Mahakamah ini mulai berfungsi sejak tahun 1946 sebagai pengganti MIP. Fungsi utama MI adalah untuk menjelaskan kasus-kasus persengkataan intersional yang subjeknya adalah negara. Statuta adalah hukum-hukum yang terkandung.

Pasal 9 Statuta MI menjelaskan, komposisi MI terdiri dari 15 hakim. Ke-15 calon hakim tersebut direkrut dari warga negara anggota yang dinilai cakap dibidang hukum internasional, untuk memilih anggota mahkamah dilakukan pemungutan suara secara independen oleh majelis MU dan Dewan Keamanan (DK). Biasanya 5 hakim MI berasal dari anggota tetap DK PBB, tugasnya untuk memeriksa dan memutuskan perkara yang disidangkan baik yang bersifat sengketa maupun yang bersikap nasihat.

Yurisdiksi adalah kewenangan yang dimiliki oleh MI yang bersumber pada hukum internasional untuk menentukan dan menegakan sebuah aturan hukum, meliputi: memutuskan perkara-perkara pertikaian dan memberikan opini-opini yang bersifat nasihat. Beberapa kemungkinan cara penerimaan tersebut:
perjanjian khusus
Penundukkan diri dalam perjanjian Internasional.
Pernyataan penundukan diri negara peserta statuta MI
Keputusan MI mengenai Yurisdiksinya
Penafsiran putusan
Perbaikan putusan



2.3 Mahkamah Pidana Internasional

MPI adalah Mahkamah Pidana Internasional yang berdiri permanen berdasarkan traktat multilateral, yang mewujudkan supremasi hukum internasional yang memastikan bahwa pelaku kejahatan berat internasional di pidana.

Jenis kejahatan berat pada pasal 5-8 statuta yaitu sebagai berikut:
Kejahatan genosida
Kejahatan terhadap kemanusiaan
Kejahatan perang
Kejahatan agresi


2.4 Panel khusus dan spesial pidana internasional

Panel khusus pidana internasional (PKPI) dan Panel spesial pidana internasional (PSPI) adalah lembaga peradilan internasional yangberwenang mengadili para tersangka kejahatan berat internasional yang bersifat tidak permanen. Artinya selesai mengadili, peradilan ini dibubarkan.

Perbedaan antara PKPI dan PSPI terletak pada komposisi penuntut dan hakim ad hoc-nya. Pada PSPI komposisi penuntut dan hakim ad hoc-nya merupakan gabungan antara peradilan nasional dan internasional. Sedangkan pada PKPI komposisi sepenuhnya ditentukan berdasarkan ketentuan peradilan internasional.

2.5 Proses Hukum yang Adil atau Layak

Di dalam pelaksanaan peradilan pidana, ada satu istilah hukum yang dapat merangkum cita-cita peradilan pidana, yaitu “due process of law” yang dalam bahasa Indonesia dapat diterjemahkan menjadi proses hukum yang adil atau layak.

Secara keliru arti dari proses hukum yang adil dan layak ini seringkali hanya dikaitkan dengan penerapan aturan-aturan hukum acara pidana suatu Negara pada seorang tersangka atau terdakwa. Padahal arti dari due process of law ini lebih luas dari sekedar penerapan hukum atau perundang-undangan secara formil.

Pemahaman tentang proses hukum yang adil dan layak mengandung pula sikap batin penghormatan terhadap hak-hak yang dipunyai warga masyarakat meskipun ia menjadi pelaku kejahatan. Namun kedudukannya sebagai manusia memungkinkan dia untuk mendapatkan hak-haknya tanpa diskriminasi. Paling tidak hak-hak untuk didengar pandangannya tentang peristiwa yang terjadi, hak didampingi penasehat hukum dalam setiap tahap pemeriksaan, hak memajukan pembelaan dan hak untuk disidang dimuka pengadilan yang bebas dan dengan hakim yang tidak memihak.

Konsekuensi logis dari dianutnya proses hukum yang adil dan layak tersebut ialah sistem peradilan pidana selain harus melaksanakan penerapan hukum acara pidana sesuai dengan asas-asasnya, juga harus didukung oleh sikap batin penegak hukum yang menghormati hak-hak warga masyarakat.

Dengan keberadaan UU No.8 Tahun 1981, kehidupan hukum Indonesia telah meniti suatu era baru, yaitu kebangkitan hukum nasional yang mengutamakan perlindungan hak asasi manusia dalam sebuah mekanisme sistem peradilan pidana.

Perlindungan hak-hak tersebut, diharapkan sejak awal sudah dapat diberikan dan ditegakkan. Selain itu diharapkan pula penegakan hukum berdasarkan undang-undang tersebut memberikan kekuasaan kehakiman yang bebas dan bertanggung jawab.

Namun semua itu hanya terwujud apabila orientasi penegakan hukum dilandaskan pada pendekatan sistem, yaitu mempergunakan segenap unsur yang terlibat didalamnya sebagai suatu kesatuan dan saling interrelasi dan saling mempengaruhi satu sama lain.

A. Pengertian Hukum Internasional 
Dalam penerapannya, hukum internasional terbagi menjadi dua, yaitu: hukum internasional publik dan hukum perdata internasional.
=>Hukum internasional publik adalah keseluruhan kaidah dan asas hukum yang mengatur hubungan atau persoalan yang melintasi batas negara, yang bukan bersifat perdata.
=>Hukum perdata internasional adalah keseluruhan kaidah dan asas hukum yang mengatur hubungan perdata yang melintasi batas negara, dengan perkataan lain, hukum yang mengatur hubungan hukum perdata antara para pelaku hukum yang masing-masing tunduk pada hukum perdata yang berbeda. (Kusumaatmadja19991)
Awalnya, beberapa sarjana mengemukakan pendapatnya mengenai definisi dari hukum internasional, antara lain 
=> Grotius dalam bukunya De Jure Belli ac Pacis (Perihal Perang dan Damai). Menurutnya “hukum dan hubungan internasional didasarkan pada kemauan bebas dan persetujuan beberapa atau semua negara. Ini ditujukan demi kepentingan bersama dari mereka yang menyatakan diri di dalamnya ”.
=>Akehurst : “hukum internasional adalah sistem hukum yang di bentuk dari hubungan antara negara-negara”
Definisi hukum internasional yang diberikan oleh pakar-pakar hukum terkenal di masa lalu, termasuk Grotius atau Akehurst, terbatas pada negara sebagai satu-satunya pelaku hukum dan tidak memasukkan subjek-subjek hukum lainnya.
Salah satu definisi yang lebih lengkap yang dikemukakan oleh para sarjana mengenai hukum internasional adalah definisi yang dibuat oleh 
=>Charles Cheny Hyde :
“ hukum internasional dapat didefinisikan sebagai sekumpulan hukum yang sebagian besar terdiri atas prinsip-prinsip dan peraturan-peraturan yang harus ditaati oleh negara-negara, dan oleh karena itu juga harus ditaati dalam hubungan-hubungan antara mereka satu dengan lainnya, serta yang juga mencakup :
a. organisasi internasional, hubungan antara organisasi internasional satu dengan lainnya, hubungan peraturan-peraturan hukum yang berkenaan dengan fungsi-fungsi lembaga atau antara organisasi internasional dengan negara atau negara-negara ; dan hubungan antara organisasi internasional dengan individu atau individu-individu ;
b. peraturan-peraturan hukum tertentu yang berkenaan dengan individu-individu dan subyek-subyek hukum bukan negara (non-state entities) sepanjang hak-hak dan kewajiban-kewajiban individu dan subyek hukum bukan negara tersebut bersangkut paut dengan masalah masyarakat internasional” (Phartiana20034)

Sejalan dengan definisi yang dikeluarkan Hyde, 
=>Mochtar Kusumaatmadja mengartikan ’’hukum internasional sebagai keseluruhan kaidah-kaidah dan asas-asas hukum yang mengatur hubungan atau persoalan yang melintasi batas-batas negara, antara negara dengan negara dan negara dengan subjek hukum lain bukan negara atau subyek hukum bukan negara satu sama lain’’. (Kusumaatmadja19992)
Berdasarkan pada definisi-definisi di atas, secara sepintas sudah diperoleh gambaran umum tentang ruang lingkup dan substansi dari hukum internasional, yang di dalamnya terkandung unsur subyek atau pelaku, hubungan-hubungan hukum antar subyek atau pelaku, serta hal-hal atau obyek yang tercakup dalam pengaturannya, serta prinsip-prinsip dan kaidah atau peraturan-peraturan hukumnya.
Sedangkan mengenai subyek hukumnya, tampak bahwa negara tidak lagi menjadi satu-satunya subyek hukum internasional, sebagaimana pernah jadi pandangan yang berlaku umum di kalangan para sarjana sebelumnya.


B. Sejarah dan Perkembangan Hukum Internasional

Hukum internasional sebenarnya sudah sejak lama dikenal eksisitensinya, yaitu pada zaman Romawi Kuno. Orang-orang Romawi Kuno mengenal dua jenis hukum, yaitu Ius Ceville dan Ius Gentium.  Ius Ceville adalah hukum nasional yang berlaku bagi masyarakat Romawi, dimanapun mereka berada. Sedangkan Ius Gentium adalah hukum yang diterapkan bagi orang asing, yang bukan berkebangsaan Romawi. 
Dalam perkembangannya, Ius Gentium berubah menjadi Ius Inter Gentium yang lebih dikenal juga dengan Volkenrecth (Jerman), Droit de Gens (Perancis) dan kemudian juga dikenal sebagai Law of Nations (Inggris). (Kusumaatmadja, 1999 ; 4)
Sesungguhnya, hukum internasional modern mulai berkembang pesat pada abad XVI, yaitu sejak ditandatanganinya Perjanjian Westphalia 1648, yang mengakhiri perang 30 tahun (thirty years war) di Eropa. Sejak saat itulah, mulai muncul negara-negara yang bercirikan kebangsaan, kewilayahan atau territorial, kedaulatan, kemerdekaan dan persamaan derajat. Dalam kondisi semacam inilah sangat dimungkinkan tumbuh dan berkembangnya prinsip-prinsip dan kaidah-kaidah hukum internasional. (Phartiana, 2003 ; 41)
Perkembangan hukum internasional modern ini, juga dipengaruhi oleh karya-karya tokoh kenamaan Eropa, yang terbagi menjadi dua aliran utama, yaitu golongan Naturalis dan golongan Positivis. 
Menurut golongan Naturalis, prinsip-prinsip hukum dalam semua sistem hukum bukan berasal dari buatan manusia, tetapi berasal dari prinsip-prinsip yang berlaku secara universal, sepanjang masa dan yang dapat ditemui oleh akal sehat. Hukum harus dicari, dan bukan dibuat. Golongan Naturalis mendasarkan prinsip-prinsip atas dasar hukum alam yang bersumber dari ajaran Tuhan. Tokoh terkemuka dari golongan ini adalah Hugo de Groot atau Grotius, Fransisco de Vittoria, Fransisco Suarez dan Alberico Gentillis. (Mauna, 2003 ; 6)
Sementara itu, menurut golongan Positivis, hukum yang mengatur hubungan antar negara adalah prinsip-prinsip yang dibuat oleh negara-negara dan atas kemauan mereka sendiri. Dasar hukum internasional adalah kesepakatan bersama antara negara-negara yang diwujudkan dalam perjanjian-perjanjian dan kebiasaan-kebiasaan internasional. Seperti yang dinyatakan oleh Jean-Jacques Rousseau dalam bukunya Du Contract Social, La loi c’est l’expression de la Volonte Generale, bahwa hukum adalah pernyataan kehendak bersama. Tokoh lain yang menganut aliran Positivis ini, antara lain Cornelius van Bynkershoek, Prof. Ricard Zouche dan Emerich de Vattel
Pada abad XIX, hukum internasional berkembang dengan cepat, karena adanya faktor-faktor penunjang, antara lain : 
(1) Setelah Kongres Wina 1815, negara-negara Eropa berjanji untuk selalu menggunakan prinsip-prinsip hukum internasional dalam hubungannya satu sama lain, 
(2). Banyak dibuatnya perjanjian-perjanjian (law-making treaties) di bidang perang, netralitas, peradilan dan arbitrase,
 (3). Berkembangnya perundingan-perundingan multilateral yang juga melahirkan ketentuan-ketentuan hukum baru.
Di abad XX, hukum internasional mengalami perkembangan yang sangat pesat, karena dipengaruhi faktor-faktor sebagai berikut: 
(1). Banyaknya negara-negara baru yang lahir sebagai akibat dekolonisasi dan meningkatnya hubungan antar negara, 
(2). Kemajuan pesat teknologi dan ilmu pengetahuan yang mengharuskan dibuatnya ketentuan-ketentuan baru yang mengatur kerjasama antar negara di berbagai bidang, 
(3). Banyaknya perjanjian-perjanjian internasional yang dibuat, baik bersifat bilateral, regional maupun bersifat global, 
(4). Bermunculannya organisasi-organisasi internasional, seperti Perserikatan Bangsa Bangsa dan berbagai organ subsidernya, serta Badan-badan Khusus dalam kerangka Perserikatan Bangsa-Bangsa yang menyiapkan ketentuan-ketentuan baru dalam berbagai bidang. (Mauna, 2003; 7)

C. Sumber-sumber Hukum Internasional

Pada azasnya, sumber hukum terbagi menjadi dua, yaitu: sumber hukum dalam arti materiil dan sumber hukum dalam arti formal. Sumber hukum dalam arti materiil adalah sumber hukum yang membahas materi dasar yang menjadi substansi dari pembuatan hukum itu sendiri.
Sumber hukum dalam arti formal adalah sumber hukum yang membahas bentuk atau wujud nyata dari hukum itu sendiri. Dalam bentuk atau wujud apa sajakah hukum itu tampak dan berlaku. Dalam bentuk atau wujud inilah dapat ditemukan hukum yang mengatur suatu masalah tertentu.
Sumber hukum internasional dapat diartikan sebagai:
1. dasar kekuatan mengikatnya hukum internasional;
2. metode penciptaan hukum internasional;
3. tempat diketemukannya ketentuan-ketentuan hukum internasional yang dapat diterapkan pada suatu persoalan konkrit. (Burhan Tsani, 1990; 14)
Menurut Pasal 38 ayat (1) Statuta Mahkamah Internasional, sumber-sumber hukum internasional yang dipakai oleh Mahkamah dalam mengadili perkara, adalah:
1. Perjanjian internasional (international conventions), baik yang bersifat umum, maupun khusus;
2. Kebiasaan internasional (international custom);
3. Prinsip-prinsip hukum umum (general principles of law) yang diakui oleh negara-negara beradab;
4. Keputusan pengadilan (judicial decision) dan pendapat para ahli yang telah diakui kepakarannya, yang merupakan sumber hukum internasional tambahan. (Phartiana, 2003; 197)

D. Subyek Hukum Internasional

Subyek hukum internasional diartikan sebagai pemilik, pemegang atau pendukung hak dan pemikul kewajiban berdasarkan hukum internasional. Pada awal mula, dari kelahiran dan pertumbuhan hukum internasional, hanya negaralah yang dipandang sebagai subjek hukum internasional
Dewasa ini subjek-subjek hukum internasional yang diakui oleh masyarakat internasional, adalah:
1. Negara
Menurut Konvensi Montevideo 1949, mengenai Hak dan Kewajiban Negara, kualifikasi suatu negara untuk disebut sebagai pribadi dalam hukum internasional adalah:
a. penduduk yang tetap;
b. wilayah tertentu; 
c. pemerintahan;
d. kemampuan untuk mengadakan hubungan dengan negara lain

1. Organisasi Internasional
Klasifikasi organisasi internasional menurut Theodore A Couloumbis dan James H. Wolfe :
a. Organisasi internasional yang memiliki keanggotaan secara global dengan maksud dan tujuan yang bersifat umum, contohnya adalah Perserikatan Bangsa Bangsa ;
b. Organisasi internasional yang memiliki keanggotaan global dengan maksud dan tujuan yang bersifat spesifik, contohnya adalah World Bank, UNESCO, International Monetary Fund, International Labor Organization, dan lain-lain;
c. Organisasi internasional dengan keanggotaan regional dengan maksud dan tujuan global, antara lain: Association of South East Asian Nation (ASEAN), Europe Union. 

1. Palang Merah Internasional
Sebenarnya Palang Merah Internasional, hanyalah merupakan salah satu jenis organisasi internasional. Namun karena faktor sejarah, keberadaan Palang Merah Internasional di dalam hubungan dan hukum internasional menjadi sangat unik dan di samping itu juga menjadi sangat strategis. Pada awal mulanya, Palang Merah Internasional merupakan organisasi dalam ruang lingkup nasional, yaitu Swiss, didirikan oleh lima orang berkewarganegaraan Swiss, yang dipimpin oleh Henry Dunant dan bergerak di bidang kemanusiaan. Kegiatan kemanusiaan yang dilakukan oleh Palang Merah Internasional mendapatkan simpati dan meluas di banyak negara, yang kemudian membentuk Palang Merah Nasional di masing-masing wilayahnya. Palang Merah Nasional dari negar-negara itu kemudian dihimpun menjadi Palang Merah Internasional (International Committee of the Red Cross/ICRC) dan berkedudukan di Jenewa, Swiss. (Phartiana, 2003; 123)

1. Tahta Suci Vatikan
Tahta Suci Vatikan di akui sebagai subyek hukum internasional berdasarkan Traktat Lateran tanggal 11 Februari 1929, antara pemerintah Italia dan Tahta Suci Vatikan mengenai penyerahan sebidang tanah di Roma. Perjanjian Lateran tersebut pada sisi lain dapat dipandang sebagai pengakuan Italia atas eksistensi Tahta Suci sebagai pribadi hukum internasional yang berdiri sendiri, walaupun tugas dan kewenangannya, tidak seluas tugas dan kewenangan negara, sebab hanya terbatas pada bidang kerohanian dan kemanusiaan, sehingga hanya memiliki kekuatan moral saja, namun wibawa Paus sebagai pemimpin tertinggi Tahta Suci dan umat Katholik sedunia, sudah diakui secara luas di seluruh dunia. Oleh karena itu, banyak negara membuka hubungan diplomatik dengan Tahta Suci, dengan cara menempatkan kedutaan besarnya di Vatikan dan demikian juga sebaliknya Tahta Suci juga menempatkan kedutaan besarnya di berbagai negara. (Phartiana, 2003, 125)

1. Kaum Pemberontak / Beligerensi (belligerent)
Kaum belligerensi pada awalnya muncul sebagai akibat dari masalah dalam negeri suatu negara berdaulat. Oleh karena itu, penyelesaian sepenuhnya merupakan urusan negara yang bersangkutan. Namun apabila pemberontakan tersebut bersenjata dan terus berkembang, seperti perang saudara dengan akibat-akibat di luar kemanusiaan, bahkan meluas ke negara-negara lain, maka salah satu sikap yang dapat diambil oleh adalah mengakui eksistensi atau menerima kaum pemberontak sebagai pribadi yang berdiri sendiri, walaupun sikap ini akan dipandang sebagai tindakan tidak bersahabat oleh pemerintah negara tempat pemberontakan terjadi. Dengan pengakuan tersebut, berarti bahwa dari sudut pandang negara yang mengakuinya, kaum pemberontak menempati status sebagai pribadi atau subyek hukum internasional
1. Individu
Pertumbuhan dan perkembangan kaidah-kaidah hukum internasional yang memberikan hak dan membebani kewajiban serta tanggungjawab secara langsung kepada individu semakin bertambah pesat, terutama setelah Perang Dunia II. Lahirnya Deklarasi Universal tentang Hak Asasi Manusia (Universal Declaration of Human Rights) pada tanggal 10 Desember 1948 diikuti dengan lahirnya beberapa konvensi-konvensi hak asasi manusia di berbagai kawasan, dan hal ini semakin mengukuhkan eksistensi individu sebagai subyek hukum internasional yang mandiri.
7. Perusahaan Multinasional
Perusahaan multinasional memang merupakan fenomena baru dalam hukum dan hubungan internasional. Eksistensinya dewasa ini, memang merupakan suatu fakta yang tidak bisa disangkal lagi. Di beberapa tempat, negara-negara dan organisasi internasional mengadakan hubungan dengan perusahaan-perusahaan multinasional yang kemudian melahirkan hak-hak dan kewajiban internasional, yang tentu saja berpengaruh terhadap eksistensi, struktur substansi dan ruang lingkup hukum internasional itu sendiri.

E. Hubungan Hukum Internasional dengan Hukum Nasional

Ada dua teori yang dapat menjelaskan bagaimana hubungan antara hukum internasional dan hukum nasional, yaitu: teori Dualisme dan teori Monisme.
Menurut teori Dualisme, hukum internasional dan hukum nasional, merupakan dua sistem hukum yang secara keseluruhan berbeda. Hukum internasional dan hukum nasional merupakan dua sistem hukum yang terpisah, tidak saling mempunyai hubungan superioritas atau subordinasi. Berlakunya hukum internasional dalam lingkungan hukum nasional memerlukan ratifikasi menjadi hukum nasional. Kalau ada pertentangan antar keduanya, maka yang diutamakan adalah hukum nasional suatu negara.
Sedangkan menurut teori Monisme, hukum internasional dan hukum nasional saling berkaitan satu sama lainnya. Menurut teori Monisme, hukum internasional itu adalah lanjutan dari hukum nasional, yaitu hukum nasional untuk urusan luar negeri. Menurut teori ini, hukum nasional kedudukannya lebih rendah dibanding dengan hukum internasional. Hukum nasional tunduk dan harus sesuai dengan hukum internasional. (Burhan Tsani, 1990; 26)

F. Penyelesaian Sengketa Internasional Secara Damai.

Ketentuan hukum internasional telah melarang penggunaan kekerasan dalam hubungan antar negara. Keharusan ini seperti tercantum pada Pasal 1 Konvensi mengenai Penyelesaian Sengketa-Sengketa Secara Damai yang ditandatangani di Den Haag pada tanggal 18 Oktober 1907, yang kemudian dikukuhkan oleh pasal 2 ayat (3) Piagan Perserikatan bangsa-Bangsa dan selanjutnya oleh Deklarasi Prinsip-Prinsip Hukum Internasional mengenai Hubungan Bersahabat dan Kerjasama antar Negara. Deklarasi tersebut meminta agar “semua negara menyelesaikan sengketa mereka dengan cara damai sedemikian rupa agar perdamaian, keamanan internasional dan keadilan tidak sampai terganggu”.
Penyelesaian sengketa secara damai dibedakan menjadi: penyelesaian melalui pengadilan dan di luar pengadilan. Yang akan dibahas pada kesemapatan kali ini hanyalah penyelesaian perkara melalui pengadilan. Penyelesaian melalui pengadilan dapat ditempuh melalui:
1. Arbitrase Internasional
Penyelesaian sengketa internasional melalui arbitrase internasional adalah pengajuan sengketa internasional kepada arbitrator yang dipilih secara bebas oleh para pihak, yang memberi keputusan dengan tidak harus terlalu terpaku pada pertimbangan-pertimbangan hukum. Arbitrase adalah merupakan suatu cara penerapan prinsip hukum terhadap suatu sengketa dalam batas-batas yang telah disetujui sebelumnya oleh para pihak yang bersengketa. Hal-hal yang penting dalam arbitrase adalah :
(1). Perlunya persetujuan para pihak dalam setiap tahap proses arbitrase, dan
(2). Sengketa diselesaikan atas dasar menghormati hukum. (Burhan Tsani, 1990; 211)
Secara esensial, arbitrase merupakan prosedur konsensus, karenanya persetujuan para pihaklah yang mengatur pengadilan arbitrase.
Arbitrase terdiri dari seorang arbitrator atau komisi bersama antar anggota-anggota yang ditunjuk oleh para pihak atau dan komisi campuran, yang terdiri dari orang-orang yang diajukan oleh para pihak dan anggota tambahan yang dipilih dengan cara lain.
Pengadilan arbitrase dilaksanakan oleh suatu “panel hakim” atau arbitrator yang dibentuk atas dasar persetujuan khusus para pihak, atau dengan perjanjian arbitrase yang telah ada. Persetujuan arbitrase tersebut dikenal dengan compromis (kompromi) yang memuat:
1. persetujuan para pihak untuk terikat pada keputusan arbitrase;
2. metode pemilihan panel arbitrase;
3. waktu dan tempat hearing (dengar pendapat);
4. batas-batas fakta yang harus dipertimbangkan, dan;
5. prinsip-prinsip hukum atau keadilan yang harus diterapkan untuk mencapai suatu kesepakatan. (Burhan Tsani, 1990, 214)
Masyarakat internasional sudah menyediakan beberapa institusi arbitrase internasional, antara lain:
1. Pengadilan Arbitrase Kamar Dagang Internasional (Court of Arbitration of the International Chamber of Commerce) yang didirikan di Paris, tahun 1919;
2. Pusat Penyelesaian Sengketa Penanaman Modal Internasional (International Centre for Settlement of Investment Disputes) yang berkedudukan di Washington DC;
3. Pusat Arbitrase Dagang Regional untuk Asia (Regional Centre for Commercial Arbitration), berkedudukan di Kuala Lumpur, Malaysia;
4. Pusat Arbitrase Dagang Regional untuk Afrika (Regional Centre for Commercial Arbitration), berkedudukan di Kairo, Mesir. (Burhan Tsani; 216)
1. Pengadilan Internasional 
Pada permulaan abad XX, Liga Bangsa-Bangsa mendorong masyarakat internasional untuk membentuk suatu badan peradilan yang bersifat permanent, yaitu mulai dari komposisi, organisasi, wewenang dan tata kerjanya sudah dibuat sebelumnya dan bebas dari kehendak negara-negara yang bersengketa. 
Pasal 14 Liga Bangsa-Bangsa menugaskan Dewan untuk menyiapkan sebuah institusi Mahkamah Permanen Internasional. Namun, walaupun didirikan oleh Liga Bangsa-Bangsa, Mahkamah Permanen Internasional, bukanlah organ dari Organisasi Internasional tersebut. Hingga pada tahun 1945, setelah berakhirnya Perang Dunia II, maka negara-negara di dunia mengadakan konferensi di San Fransisco untuk membentuk Mahkamah Internasional yang baru. Di San Fransisco inilah, kemudian dirumuskan Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa dan Statuta Mahkamah Internasional. 
Menurut Pasal 92 Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa disebutkan bahwa Mahkamah Internasional merupakan organ hukum utama dari Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Namun sesungguhnya, pendirian Mahkamah Internasional yang baru ini, pada dasarnya hanyalah merupakan kelanjutan dari Mahkamah Internasional yang lama, karena banyak nomor-nomor dan pasal-pasal yang tidak mengalami perubahan secara signifikan
Secara umum, Mahkamah Internasional mempunyai kewenangan untuk:
1. melaksanakan “Contentious Jurisdiction”, yaitu yurisdiksi atas perkara biasa, yang didasarkan pada persetujuan para pihak yang bersengketa;
2. memberikan “Advisory Opinion”, yaitu pendapat mahkamah yang bersifat nasehat. Advisory Opinion tidaklah memiliki sifat mengikat bagi yang meminta, namun biasanya diberlakukan sebagai “Compulsory Ruling”, yaitu keputusan wajib yang mempunyai kuasa persuasive kuat (Burhan Tsani, 1990; 217)
Sedangkan, menurut Pasal 38 ayat (1) Statuta Mahkamah Internasional, sumber-sumber hukum internasional yang dipakai oleh Mahkamah dalam mengadili perkara, adalah:
1. Perjanjian internasional (international conventions), baik yang bersifat umum, maupun khusus;
2. Kebiasaan internasional (international custom);
3. Prinsip-prinsip hukum umum (general principles of law) yang diakui oleh negara-negara beradab;
4. Keputusan pengadilan (judicial decision) dan pendapat para ahli yang telah diakui kepakarannya, yang merupakan sumber hukum internasional tambahan.

Mahkamah Internasional juga sebenarnya bisa mengajukan keputusan ex aequo et bono, yaitu didasarkan pada keadilan dan kebaikan, dan bukan berdasarkan hukum, namun hal ini bisa dilakukan jika ada kesepakatan antar negara-negara yang bersengketa. Keputusan Mahkamah Internasional sifatnya final, tidak dapat banding dan hanya mengikat para pihak. Keputusan juga diambil atas dasar suara mayoritas.
Yang dapat menjadi pihak hanyalah negara, namun semua jenis sengketa dapat diajukan ke Mahkamah Internasional.
Masalah pengajuan sengketa bisa dilakukan oleh salah satu pihak secara unilateral, namun kemudian harus ada persetujuan dari pihak yang lain. Jika tidak ada persetujuan, maka perkara akan di hapus dari daftar Mahkamah Internasional, karena Mahkamah Internasional tidak akan memutus perkara secara in-absensia (tidak hadirnya para pihak). 

G. Peradilan-Peradilan Lainnya di Bawah Kerangka Perserikatan Bangsa-bangsa

1. Mahkamah Pidana Internasional (International Court of Justice/ICJ)
Perserikatan Bangsa-Bangsa sejak pembentukannya telah memainkan peranan penting dalam bidang hukum inetrnasional sebagai upaya untuk menciptakan perdamaian dunia.
Selain Mahkamah Internasional (International Court of Justice/ICJ) yang berkedudukan di Den Haag, Belanda, saat ini Perserikatan Bangsa-bangsa juga sedang berupaya untuk menyelesaikan “hukum acara” bagi berfungsinya Mahkamah Pidana Internasional (International Criminal Court/ICC), yang statuta pembentukannya telah disahkan melalui Konferensi Internasional di Roma, Italia, pada bulan Juni 1998. Statuta tersebut akan berlaku, jika telah disahkan oleh 60 negara.
Berbeda dengan Mahkamah Internasional, yurisdiksi (kewenangan hukum) Mahkamah Pidana Internasional ini, adalah di bidang hukum pidana internasional yang akan mengadili individu yang melanggar Hak Asasi Manusia dan kejahatan perang, genosida (pemusnahan ras), kejahatan humaniter (kemanusiaan) serta agresi.
Negara-negara anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa tidak secara otomatis terikat dengan yurisdiksi Mahkamah ini, tetapi harus melalui pernyataan mengikatkan diri dan menjadi pihak pada Statuta Mahkamah Pidana Internasional. (Mauna, 2003; 263)

2. Mahkamah Kriminal Internasional untuk Bekas Yugoslavia (The International Criminal Tribunal for the Former Yugoslavia/ICTY)

Melalui Resolusi Dewan Keamanan Nomor 827, tanggal 25 Mei 1993, Perserikatan Bangsa-Bangsa membentuk The International Criminal Tribunal for the Former Yugoslavia, yang bertempat di Den Haag, Belanda. Tugas Mahkamah ini adalah untuk mengadili orang-orang yang bertanggungjawab atas pelanggaran-pelanggaran berat terhadap hukum humaniter internasional yang terjadi di negara bekas Yugoslavia. Semenjak Mahkamah ini dibentuk, sudah 84 orang yang dituduh melakukan pelanggaran berat dan 20 diantaranya telah ditahan.
Pada tanggal 27 Mei 1999, tuduhan juga dikeluarkan terhadap pemimpin-pemimpin terkenal, seperti Slobodan Milosevic (Presiden Republik Federal Yugoslavia), Milan Milutinovic (Presiden Serbia), yang dituduh telah melakukan kejahatan terhadap kemanusiaan dan melanggar hukum perang. (Mauna, 2003; 264)


3. Mahkamah Kriminal untuk Rwanda (International Criminal Tribunal for Rwanda)
Mahkamah ini bertempat di Arusha, Tanzania dan didirikan berdasarkan Resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa Nomor 955, tanggal 8 November 1994. Tugas Mahkamah ini adalah untuk meminta pertanggungjawaban para pelaku kejahatan pembunuhan missal sekitar 800.000 orang Rwanda, terutama dari suku Tutsi. Mahkamah mulai menjatuhkan hukuman pada tahun 1998 terhadap Jean-Paul Akayesu, mantan Walikota Taba, dan juga Clement Kayishema dan Obed Ruzindana yang telah dituduh melakukan pemusnahan ras (genosida) . Mahkamah mengungkap bahwa bahwa pembunuhan massal tersebut mempunyai tujuan khusus, yaitu pemusnahan orang-orang Tutsi, sebagai sebuah kelompok suku, pada tahun 1994.
Walaupun tugas dari Mahkamah Kriminal Internasional untuk Bekas Yugoslavia dan Mahkamah Kriminal untuk Rwanda belum selesai, namun Perserikatan Bangsa-Bangsa juga telah menyiapkan pembentukan mahkamah- untuk Kamboja untuk mengadili para penjahat perang di zaman pemerintahan Pol Pot dan Khmer Merah, antara tahun 1975 sampai dengan 1979 yang telah membunuh sekitar 1.700.000 orang.
Jika diperkirakan bahwa tugas Mahkamah Peradilan Yugoslavia dan Rwanda telah menyelesaikan tugas mereka, maka Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa akan mengeluarkan resolusi untuk membubarkan kedua Mahkamah tersebut, yang sebagaimana diketahui memiliki sifat ad hoc (sementara). (Mauna2003265)

REFERENSI
Ardiwisastra Yudha Bhakti, 2003, Hukum Internasional, Bunga Rampai, Alumni, Bandung
Brownlie Ian, 1999, Principles of Public International Law, Fourth Edition, Clarendon Press, Oxford
Burhantsani, Muhammad, 1990; Hukum dan Hubungan Internasional, Yogyakarta : Penerbit Liberty.
Kusamaatmadja Mochtar, 1999, Pengantar Hukum Internasional, Cetakan ke-9, Putra Abardin
Mauna Boer, 2003, Hukum Internasional; Pengertian, Peran dan Fungsi dalam Era Dinamika Global, Cetakan ke-4, PT. Alumni, Bandung
Phartiana I Wayan, 2003, Pengantar Hukum Internasional, Penerbit Mandar maju, Bandung
Situni F. A. Whisnu, 1989, Identifikasi dan Reformulasi Sumber-Sumber Hukum Internasional, Penerbit Mandar Maju, Bandung